Situ Waras? | Puisi Lantang untuk si Pedungu


Puisi Orang-Orang Aneh


Situ waras?

Cahaya dari langit membelah bianglala,

Semburan pelangi mematahkan gerimis di awal senja.

Satu kaum berteriak ke udara,

Memaki hari yang tampaknya tidak bersahabat baginya.


Situ waras?

Saat negeri sedang bersuka-cita,

Mendendangkan "Sajojo" Papua dalam rampak saman Aceh.

Tapi kau berpidato di bukit kapur,

Menyemburkan sumpah serapah,

Menakutkan putramu sendiri,

Menghina negeri mu sendiri.


Situ waras?

Kalasan di Suro kecil di sudut jalan,

Mengema sahdu menembus pagi buta dari bibir kecilmu, asin cilik.

Namun kau buat sumbang dengan pelantang imitasi;

Kau rampas senyum lelaki kecil itu.

Dengan apa engkau harus kupanggil?

Tuan? 

Mister? 

Paduka? 

Profesor? 

Resi?

Silakan pilih, aku menunggu.

Tapi mengapa wajahmu seperti itu?

Kamuflase, semena-mena;

Kau hina langit dan bumi atas nama akal sehat.

Kau humbalangkan cinta ilmu pengetahuan dengan retorika purba.


Situ waras?

Ku tahu cinta mu pada negeri mu;

Ku yakin niat yang mengaliri pembuluh darahmu.

Namun kau datang dengan baju api,

Kau merapal dengan jampi-jampi amarah.

Hanyut harapan tertimbun luka;

Ini negeri milik kita, saudaraku.

Ibunda menunggu di balik bukit sana,

Menunggu kita datang dengan cinta,

Berpegangan tangan.





LihatTutupKomentar