True Man World (Eps.2)

 



 Bab. 2 - Keheningan Sebelum Badai 


Matahari mulai terbit di cakrawala, memecah awan gelap yang telah menumpahkan hujan sepanjang malam. Gang Watterson, lelah dan babak belur, tiba di sebuah desa kecil yang terpencil, jauh dari perbatasan Blue Pearl. Desa itu, Stone Hollow, terdiri dari beberapa rumah kayu yang terlihat tua, sebuah saloon kecil, dan kandang kuda.  


"Kita istirahat di sini," kata Earl dengan suara serak. "Tapi jangan lengah. Mereka mungkin masih mencium jejak kita."


Danny memandang sekeliling, menggantungkan senapan Winchesternya di bahu. "Tempat ini kelihatan sepi. Aku rasa kita aman untuk sementara."


Sam, yang masih menahan luka di lengannya, turun dari kudanya dengan susah payah. Darah sudah membeku di sekitar lukanya, tetapi ia masih terlihat pucat. "Aku butuh minuman... dan tempat tidur." 


"Kita semua butuh," jawab Earl.  



 Stone Hollow dan Penjaga Rahasia

Mereka memasuki saloon yang hampir kosong. Hanya ada bartender tua dengan topi lusuh dan seorang pria paruh baya di sudut, sibuk dengan botol wiski.  


"Apa yang bisa saya bantu?" tanya bartender dengan nada datar, matanya menyelidik mereka satu per satu.  


Earl melempar sekeping perak ke meja. "Minuman, dan kamar. Kalau ada dokter, panggil."


Bartender mengangguk dan pergi ke dapur. Sementara itu, pria di sudut saloon memandang mereka dengan mata curiga.  


"Tempat ini tidak sering kedatangan orang asing," katanya, suaranya serak karena tembakau. "Kalian pelarian?"


Earl menoleh perlahan, mengangkat alis. "Itu bukan urusanmu, Pak Tua."  


Pria itu hanya menyeringai kecil. "Kalau kalian mencari tempat berlindung, Stone Hollow bukan tempatnya. Banyak mata yang melihat... dan banyak mulut yang berbicara."


Danny menggeram, tetapi Earl mengangkat tangannya untuk menenangkannya. "Kami hanya butuh istirahat, tidak lebih. Jadi, teruskan urusanmu sendiri."


Pria itu mendengus, lalu kembali ke botolnya.  



 Kabar Buruk 

Beberapa jam kemudian, seorang dokter desa datang untuk mengobati luka Sam. Setelah selesai, Earl memutuskan untuk berdiskusi dengan timnya.  


"Kita harus putuskan langkah selanjutnya," katanya, menatap mereka. "Uang itu hilang, dan kita hampir mati tadi malam. Kita tidak bisa terus lari seperti ini." 


Danny menepuk senapannya. "Kalau mereka terus mengejar kita, aku bilang kita lawan mereka. Habisi mereka di sini."  


Sam, yang duduk lemah di kursi, menggeleng. "Kita tidak punya cukup peluru atau tenaga untuk itu. Mereka punya lebih banyak orang... dan kita kehabisan uang."


Earl menghela napas panjang, memandangi peta kecil yang ia bentangkan di meja. "Wind from West ini terlalu panas untuk kita sekarang. Tapi aku dengar ada tempat bernama Black Ridge, jauh di selatan. Tempat para bandit yang tidak suka ditanya-tanya."  


"Apa yang kita lakukan di sana?" tanya Danny.  


"Kita kumpulkan kembali kekuatan. Cari kerja, mungkin beberapa pencurian kecil. Kalau kita bisa membangun reputasi di sana, kita bisa dapat dukungan untuk melawan mereka yang mengejar kita."


Sam tersenyum lemah. "Kedengarannya seperti rencana, tapi itu masih jauh. Kita butuh cara untuk sampai ke sana tanpa menarik perhatian."



 Gangguan Baru 

Malam itu, saat gang mencoba beristirahat di saloon, pintu depan terbuka dengan suara keras. Tiga pria bersenjata masuk, dipimpin oleh seorang pria tinggi dengan mata tajam dan topi hitam.  


"Aku dengar Gang Watterson ada di sini," katanya dengan suara dingin. "Aku ingin bicara dengan Earl."


Earl menatap mereka dengan tenang dari meja sudut. Ia tidak mengangkat senjatanya, tetapi tangannya sudah berada dekat dengan Colt di pinggulnya.  


"Siapa yang ingin bicara denganku?" tanyanya.  


Pria itu berjalan mendekat, mengabaikan tatapan orang-orang di saloon. "Namaku Marcus Kane. Aku bukan pemburu bayaran, tapi aku tahu mereka mengejarmu. Dan aku punya tawaran."


Danny mendesis."Kami tidak butuh tawaran dari orang asing."


Marcus tersenyum dingin. "Kalau begitu, kalian juga tidak butuh hidup. Karena pemburu bayaran itu hanya sehari perjalanan dari sini."


Earl menatap pria itu dengan tajam. "Bicaralah, Kane. Apa yang kau tawarkan?"  


Marcus menurunkan suaranya, tetapi ketegangan tetap terasa di udara. "Aku bisa bantu kalian keluar dari Wind from West tanpa jejak. Tapi... kalian harus lakukan sesuatu untukku."


Sam dan Danny saling bertukar pandang, sementara Earl menatap Marcus dalam diam.  


"Katakan apa yang kau mau," kata Earl akhirnya, matanya penuh kewaspadaan.  


Marcus menyeringai, memperlihatkan giginya yang kuning. "Ada sebuah kereta emas yang akan melintasi Stone Hollow besok pagi. Kau bantu aku merampoknya, dan aku akan pastikan kalian pergi dari sini tanpa gangguan."  


Keheningan menyelimuti ruangan. Di luar, hujan mulai turun lagi, seolah alam turut merasakan badai yang akan datang.  


"Kita pikirkan dulu," kata Earl, mencoba menunda jawaban.  


Marcus mengangguk. "Pikirkan cepat. Karena waktu kalian hampir habis."  


Dengan itu, Marcus dan anak buahnya pergi, meninggalkan gang Watterson dengan keputusan yang sulit: mempercayai orang asing atau mengambil risiko bertarung sendiri.  


Earl menatap ke arah pintu, lalu kembali pada rekan-rekannya. "Ini bukan hanya soal kereta itu. Ini soal kelangsungan hidup kita."  


Danny memegang senjatanya erat. "Apa pun yang kau putuskan, aku bersamamu."  


"Kita semua bersamamu," tambah Sam dengan lemah, meskipun matanya menunjukkan tekad.  


Earl mengangguk pelan, menyadari bahwa apa pun yang mereka pilih, hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.  

To be continued.. 

LihatTutupKomentar